Rabu, 01 April 2009

Trafficking

___________________________________________________________________


Oleh;Agus syaiful anwar,S.Sos.

A. Latar belakang

Migrasi internasional telah menjadi wacana penting dewasa ini seiring dengan semakin meningkatnya globalisme dan kepentingan ekonomi politik antar negara. Diperkirakan akan terjadi suatu kondisi yang dinamakan globalization of migration, suatu kondisi dimana kebijakan di bidang migrasi internasional akan menjadi isu strategis bagi setiap negara sejalan dengan peningkatan arus dan volume tenaga kerja lintas Negara. Mobilitas penduduk dengan memanfaatkan peluang kerja di luar negeri, diperkirakan akan tetap menjadi pilihan para pencari kerja sepanjang kondisi perekonomian Indonesia masih belum mampu menyerap jumlah tenaga kerja yang ada.

Mengalirnya migran dari Indonesia ke Negara tujuan seperti Malaysia secara umum dapat dijelaskan dengan hukum demografi ini, yaitu kuatnya factor push dari Indonesia, seperti tekanan ekonomi yang berat atau kelangkaan pekerjaan di Indonesia, dan kuatnya faktor pull dari Malaysia, yaitu cerita sukses dari banyak pekerja dari Indonesia yang berhasil membawa pulang ringgit dari Malaysia. Munculnya perbedaan tingkat kemiskinan yang makin besar antara Indonesia dengan Malaysia mengakibatkan makin banyak orang Indonesia yang tertarik untuk pergi ke Malaysia.

Sejalan dengan berjalannya perilaku mobilitas pekerja migrant internasional ini tentunya berbagai polemic permasalahan bermunculan. Misalnya Trafficking, Pekerja migrant illegal atau disebut juga tanpa melalui jalur resmi, prostitusi, diskriminasi dan lain-lain. Tetapi pada kali ini peneliti akan lebih sepesifik pada kasus trafficking atau yang lazim disebut sebagai perdagangan manusia.


…….

Namun, sesampainya di Negeri Jiran, kontrak gaji seribu ringgit yang dijanjikan sebelumnya tidak menjadi kenyataan. Ternyata, dia hanya mendapat 600 ringgit. Selain itu, harus bekerja di dua rumah. "Dari cuci piring, baju, sampai urus anak," terangnya. Karena tidak tahan dan gajinya tidak juga cair, Suliyati akhirnya meminta pada majikannya supaya dipulangkan.[1]

…….

Cuplikan kisah diatas merupakan salah satu derita para pahlwan devisa ini. Dalam perdagangan orang, sering karena dokumen imigrasinya tidak lengkap, dipalsukan, dirampas agen atau majikan, sehingga korbannya mendapat perlakuan sebagai migrant ilegal, akhirnya mereka mendapat ancaman hukuman. Sebetulnya mereka lebih memerlukan perlindungan dan pelayanan khusus karena trauma fisik, sosial dan psikologis yang dideritanya akibat kekerasan fisik, pelecehan seksual dan pemerasan yang dialaminya. Perdagangan orang telah memasukkan banyak migran yang kurang “berkualitas”, yang dapat menimbulkan berbagai masalah sosial di masyarakat, dan bagi para korban sering kehilangan haknya dan jatuh dalam kehidupan yang tidak manusiawi.

Berdasarkan data KOPBUMI sepanjang tahun 2001 terjadi kasus pelanggaran hak asasi buruh migran Indonesia terhadap 2.239.566 orang, dengan perincian 33 orang meninggal, 2 orang menghadapi ancaman hukuman mati, 107 kasus penganiayaan dan perkosaan, 4.598 orang melarikan diri dari majikan, 1.101 orang disekap, 1820 orang ditipu, 34.707 orang ditelantarkan, 24.325 orang hilang kontak, 32.390 orang dipalsukan dokumennya, 1.563.334 orang tidak berdokumen, 14.222 orang dipenjara, 137.866 orang dipulangkan paksa (deportasi), 222.157 orang diPHK sepihak, 6.427 orang ditangkap/dirazia, 65.000 orang tidak diasuransi, 25.004 orang dipotong gaji sepihak dan 50 orang menghadapi mahkamah syariah.

Sementara itu tahun 2002, terjadi eskalasi pelanggaran HAM buruh migran Indonesia di Malaysia seperti penangkapan paksa, razia, pemerasan, penyiksaan dalam kamp tahanan dan pengusiran paksa. Pemerintah Malaysia secara legal akan membatasi masuknya buruh migran asal Indonesia. Sebagaimana hal tersebut mendorong terjadinya deportasi besar-besaran buruh migran Indonesia dari Malaysia yang senantiasa disertai dengan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia.

Dari berbagai data-data tersebut sangatlah tepat apabila Annual Trafficking in Person Report dari US Departement Of State kepada Kongres Amerika (2001-2002) menyebutkan bahwa Indonesia masuk dalam kategorisasi negara Tier-3 bersama dengan 18 negara lainnya. Tier-3 adalah negara-negara yang tidak memenuhi dan atau tidak berusaha untuk memenuhi standar pelarangan perdagangan manusia (Trafficking in Persons).[2]

Tabel 1. Jumlah Kasus Tki Yang Bekerja Di Luar Negeri Tahun 2005

NO.

JENIS KASUS

JUMLAH

1

Gaji tidak dibayar

371

2

Pelecehan Seksual

29

3

Penganiayaan

88

4

Kecelakan Kerja

29

5

PHK

140

6

Sakit

124

7

Putus Komunikasi

253

8

Kriminal

12

9

Gagal Berangkat

45

TOTAL

1,091

Sumber : Depnakertrans - Ditjen PPTKLN s/d Desember 2005

Secara geografis ciri suatu daerah atau wilayah yang memiliki potensi, keinginan menjadi Tenaga kerja Indonesia potinsial adalah daerah yang rata-rata memiliki tipoligi tanah tandus atau gersang, dan sebagian besar wilayahnya sebagai areal pertanian. Di sepanjang daerah jawa bagian selatan memiliki tipologi geografis sama, daerah gersang dan tandus, merupakan areal pertanian.

Di Kabupaten Tulungagung misalnya, yang juga merupakan termasuk kategori diatas sekitar 20% penduduknya menjadi TKI. Tulungagung menjadi center pengiriman TKI bagi daerah sekitarnya; Trenggalek, Blitar, Kediri. Sebagai contoh agen penyalur jasa tenaga kerja untuk daerah sekitarnya terpusat di Tulungagung. Tulungagung sejak lama menjadi salah satu "kantung" TKI di Propinsi Jawa Timur di samping daerah lain seperti Surabaya, Malang, Jember, dan Ponorogo. Setidaknya lebih dari 12.000 TKI asal Tulungagung kini bekerja di luar negeri.[3] Data Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tulungagung menunjukkan, pada tahun 1999 total TKI legal yang diberangkatkan (tujuan Hongkong, Singapura, Taiwan, dan Malaysia) sebanyak 4.713 orang, tahun 2000 sebanyak 4.341 orang, tahun 2001 sebanyak 3.514 orang dan periode Januari hingga Agustus 2002 sebanyak 1.628 orang.

Banyaknya masyarakat bekerja ke luar negeri tentunya berbagai permasalahanpun include di dalamnya. Berawal dari sinilah lahir berbagai elemen masyarakat yang terbentuk dalam suatu wadah organisasi non- pemerintah atau yang lazim disebut LSM, sebagai penyeimbang dalam mengawal dan mengadvokasi khususnya dalam mobilitas tenaga kerja Indonesia.

Srategi yang digunakan oleh Lembaga ornop atau organisasi sosial (Organisasi – organisasi Pemerhati Buruh Indonesia; SBMI, FOBMI, KOBUMI, Migrant Care, Dll) dalam melakukan advokasi sosial dan pemberdayaan, tercerminkan dalam rangkaian kegiatan advokasi, seperti pertama, pendidikan dan pelatihan yang merupakan rangkaian dari pemberdayaan. Aktifitas pendidikan berupa, seminar, lokakarya, forum publik, konsultasi publik dan aktifitas pelatihan berupa, pelatihan analisa sosial, legal drafting, analisis lingkungan, perlindungan HAM. Pendampingan (advokasi) TKI, diskusi komuniatas, Focus Group Discation (FGD), membentuk kelompok basis, pendampingan TKI yang bermasalah..


[1] Radar Kediri. Satu Hilang, Satu Tak Gajian. Minggu, 18 Maret 2007

[2] __________, Menemukan Jalan Keluar Persoalan Traficking di Indonesia, http://www.lmnd.org/lmnd-online/. Di akses 27 februari 2007

[3] Kompas Edisi Jawa Timur. Selasa 20 Mei 2003. Kawasan Selatan Jawa Timur Rentan "Trafficking"


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri coment ya..